Tuesday, August 19, 2008

Surat Bagi Pak Susilo

KENAIKAN GAJI PNS DAN NASIB BURUH DI INDONESIA SAAT INI
(Oleh Okasatria Novyanto)

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengadu domba antara PNS dengan Buruh Pabrik. Tulisan ini dimaksudkan kepada pemerintah yang bertindak sebagai pengambil kebijakan (decision maker) agar lebih arif dan bijaksana dalam mengambil kebijakan publik sehingga semua elemen bangsa dan masyarakat dapat menikmati kebijaksanaan tersebut dan seumpama terjadi pergesekan kepentingan antar elemen tadi itu tidaklah begitu signifikan.
Masih ingatkah dengan Pidato kenegaraan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada sidang paripurna DPR RI di Jakarta pada tanggal 15 Agustus 2008 yang kebetulan saat itu banyak kursi anggota dewan kosong (tidak hadir rapat) ? Selain membahas tentang kenaikan anggaran Pendidikan juga membahas kenaikan gaji PNS. Jika membahas mengenai kenaikan anggaran Pendidikan pada RAPBN 2009 terus terang saya sangat mendukung sekali karena ini menyangkut masa depan Generasi Penerus Bangsa Indonesia hanya saja dalam pelaksanaanya perlu diawasi lebih ketat karena ternyata institusi pendidikan di Indonesia itu juga masih terdapat “tikus-tikus korupsi” yang kian lincah menggerogoti Dinas Pendidikan. Hal ini diindikasikan dengan masih banyaknya media massa memberitakan tentang penyelewengan dana Pendidikan yang nilainya ratusan juta rupiah oleh beberapa oknum Dinas Pendidikan.
Pada tulisan saya ini, saya lebih cenderung membahas pada wacana kenaikan Gaji PNS pada RAPBN 2009. Dalam Pidato kenegaraan tersebut Presiden mengatakan “Selama 4 tahunan masa pemerintahan ini (SBY-red) pendapatan PNS, golongan terendah telah kita tingkatkan 2 kali lipat dari sebelumnya sebesar Rp. 674.000,00 per bulan pada tahun 2004 menjadi Rp. 1.721.000 pada tahun 2009 mendatang” ). Presiden beralasan bahwa kinerja Birokrasi dan layanan kualitas public harus ditingkatkan. Jika kita mengatakan apakah kenaikan sebesar 15 persen itu sudahkah cukup, lebih dari cukup ataukah justru kurang? Jika kita mengatakan dalam taraf ideal, menurut pendapat saya belum cukup. Mengapa saya katakana demikian? Dalam catatan saya, inflasi pada tahun 2007 sebesar 6,5 persen dan tahun 2008 diiperkirakan 11,4 persen dan jika ditotal sebesar 17,9 persen jadi singkatnya kenaikan gaji PNS yang ideal itu sebesar 18 persen. Hanya yang menjadi masalah besar dan perlu digaris bawahi adalah “Bagaimanakah Nasib dan kelangsungan hidup para Buruh khususnya yang berada di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Batam, dll?” adakah perhatian pemerintah kepada mereka?
Mungkin perlu menjadi sebuah catatan dengan tinta tebal bagi Pemerintah Republik Indonesia bahwa fakta yang berkembang di masyarakat itu masih terdapat (banyak) oknum-oknum PNS yang tidak Disiplin, misal : Datang kerja terlambat, “bolos kerja”, kinerja yang malas-malasan sehingga mengurus suatu dokumen pasti bertele-tele, dll. Lantas adakah sanksi bagi mereka? Paling ujung-ujungnya teguran dan jika terus-terusan yang bersangkutan tidak Disiplin biasanya atasan akan bilang “Capek … Dech …emang kerjanya ngurusin dia doank?!” sedangkan apa yang terjadi jika Buruh melakukan tindakan konyol tidak Disiplin? Bisa jadi SP (Surat Peringatan), pemotongan upah atau bisa juga Pemutusan Hubungan Kerja, dll. Itu jika si Buruh-nya “bersedia” melakukan kekonyolan dan saya kira tidak ada seorang buruh-pun mau melakukan tindakan konyol tersebut jika tidak karena terpaksa, misalnya : anaknya sakit sehingga dia tidak bisa masuk kerja ataupun jadi terlambat kerja, tidak ada AngKot, dll. Itu jika buruh-nya yang melakukan salah, padahal tidak sedikit perusahaan-perusahaan yang sengaja mencari-cari kesalahan Buruh agar yang bersangkutan bisa di PHK.

Lantas akan timbul pertanyaan “Besar mana konsekuensi yang harus ditanggung antara PNS dengan Buruh jika melakukan tindakan Indisipliner (tindakan tidak disiplin)?” dan siapakah yang akan membela Buruh?. Sebagai informasi saja, saya pernah bekerja disalah satu Perusahaan Multinasional terkemuka di Dunia. Karyawan disitu berasal dari lulusan SMA/SMK, D3, S1 hingga S2. Untuk karyawan lulusan D3 hingga S2 saya kira tidak perlu dipertanyakan lagi kesejahteraan bagi mereka. Namun bagi karyawan lulusan SMA/SMK yang umumnya sebagai Operator, mereka itu harus bekerja dari dari Pukul 8.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB untuk mendapatkan Upah sama dengan Gaji PNS pada RAPBN 2009 dan mereka bekerja secara profesional artinya secara tidak langsung mereka dibayar tiap Jam sehingga tidak ada jam bermalas-malasan untuk bekerja. Hal ini tidak seperti apa yang saya lihat disalah satu kantor Pemerintahan Daerah Propinsi Jawa Tengah dimana mereka masih sempat baca Koran pada Jam Kerja, Ngobrol ngalor-ngidul sehingga pelayana kepada masyarakat jadi lama, dll. Ini jika subjek pembandingnya adalah level perusahaan manufaktur yang sudah ternama. Nah bagaimana jika subjek pembandingnya adalah level perusahaan yang masih kecil? Saya kira attitude kerja tetap sama misalnya : Datang tepat waktu, tidak ngobrol saat bekerja, dll. Namun gaji mereka sangat kecil karena perusahaannya juga belum maju. Biasanya upah mereka menggunakan standar UMR (Upah Minimum Regional) yang kisarannya antara Rp. 500.000,00 hingga Rp. 1000.000,00 tergantung masing-masing Daerah. Itu saja masih tidak sedikit perusahaan yang menggaji karyawannya dibawah UMR.
Jadi pada intinya saya dapat mengatakan bahwa bagi Buruh untuk mendapatkan predikat kehidupan yang layak itu masih jauh dari angan-angan, cobalah para Aparatur Pemerintahan dan Anggota Dewan yang katanya Wakil Rakyat (bukan badut-badut Politik-red) berkunjung ke daerah kampung Kandang Kambing-Cimone, kampung Bojong Koneng-Cikarang, dll, dimana disana masih terdapat banyak Buruh yang rumahnya masih Kontrak dan makannya-pun apa adanya. Sekali-kali perlu-lah anggota Dewan “Pesiar” ke kampung-kampung dekat kawasan Industri biar mereka tahu beban dan penderitaan Buruh jangan hanya jalan-jalan Shopping ke Singapura atau yang lebih parah lagi memanfaatkan Wanita sebagi pelicin kepentingan politik, MeMaLuKan !! atau mereka tidak punya KeMaLuan?!
Okey, kembali ke pokok permasahan.
Nah, sudut pandang yang kedua adalah jika ditinjau dari segi ekonomi, apa yang akan terjadi pada buruh bila gaji PNS naik 15 persen? Menurut analisa saya pribadi dan analisa saya didasarkan dari dampak ekonomi yang terjadi atas kenaikan gaji PNS pada periode sebelum-sebelumnya. Bahwa Kenaikan gaji PNS itu akan menaikan daya beli Masyarakat, artinya harga-harga barang di pasaran khususnya kebutuhan pokok akan mengalami kenaikan harga (bisa fluktuatip ataupun signifikan). Dengan adanya kenaikan daya beli masyarakat ini akan memicu naiknya pendapatan perusahaan. Dan naiknya pendapatan perusahaan itu tidak menjamin bahwa perusahaan akan menaikan upah bagi pekerjanya. Jika kita berbicara lebih jauh lagi tentang dampak kenaikan gaji PNS ini, ada kemungkina kenaikan gaji PNS akan memberikan sentiment positif pada pasar saham akibat komitment pemerintah untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur yang dapat memicu bergeraknya sektor riil. Pergerakan sektor riil dan konsumsi masyarakat yang terus menerus akan memperbaiki kinerja perusahaan dan akan berimbas pada harga saham. Namun, kita disini tidak akan berbicara sejauh itu yang ingin kita tekankan ialah seumpama benar analisa saya yakni kenaikan gaji PNS akan meningkatkan daya beli masyarakat atau dengan kata lain kenaikan gaji PNS (biasanya) akan diiringi dengan kenaikan harga kebutuhan pokok padahal upah Buruh tidak mengalami kenaikan, apakah ini tidak sama halnya dengan justru menambah beban bagi para Buruh khususnya Buruh yang bergaji dibawah UMR?
Yach, kita itu sama-sama sebagai Warga Negara Indonesia. Terus terang jika gaji PNS naik 15 persen saya senang karena kedua orang tua saya juga bekerja sebagai Polri dan PNS namun saya juga berharap kepada Pemerintah Republik Indonesia agar kenaikan Gaji PNS ini tidak berimbas pada bertambahnya Beban Hidup yang sudah berat yang selama ini telah ditanggung oleh para Buruh di Indonesia.
Semoga tulisan ini dapat menjadi sebuah masukan bagi para pengambil kebijakan Negara ini sehingga Stabilitas Nasional tetap terjaga .

No comments: