Selamat Jalan Sang Veteran Perang Kemerdekaan RI
(Sebuah kalimat perpisahan terakhir untuk sang Kakek tercinta Saim Bin Sawentaram)
(Sebuah kalimat perpisahan terakhir untuk sang Kakek tercinta Saim Bin Sawentaram)
Sore itu, langit Surabaya tampak cerah dan terang sekali. Tiba-tiba handphoneku berbunyi tanda ada panggilan masuk. “Ka, oka. Ini Oka kan?”. Aku sepertinya mengenali suara itu dan aku jawab “Ada apa, mas!”. “Simbah (kakek) sudah tidak ada, Ka!” begitu katanya. Langsung aku merasa “gelap”, bingung, kaget, dll. campur jadi satu. Dan langsung malam itu juga aku pulang ke Kutoarjo, Purworejo. Aku tidak peduli lagi dengan adanya Quis Mekanika Fluida Lanjut dari Profesor Triyogi Yuwono untuk hari selasa esok, pokoknya aku harus pulang segera! Begitu pikirku.
Keesokan harinya, aku sudah sampai di Kutoarjo. Didepanku ada sesosok jasad yang sudah kaku dan sebentar lagi beliau akan dikebumikan. Kami sekeluarga sudah ikhlas dan ridho bila beliau dipanggil oleh-Mu ya Allah. Meski Rasa sedih, haru, ikhlas, dll. tumpah jadi satu, inilah sebuah takdir yang harus aku terima dengan lapang dada dan “legowo”.
Tidak terasa 24 tahun aku sudah mengenalmu, kakek. Selama itu pula aku belajar banyak hal akan makna kehidupan ini. Mulai dari ilmu agama Islam, jiwa dagang, cara bercocok tanam, sosial kemasyarakatan, dll. Aku masih ingat betul dan itu pasti akan selalu kuingat saat-saat dimana kita masih hidup dibawah garis kemiskinan. Kala itu aku masih kecil, aku ingat betul ketika kakekku bekerja dari pagi sampai larut malam jualan es lilin, rokok dan makanan kecil di depan gedung bioskop sawunggalih Kutoarjo (sekarang sudah tidak ada lagi). Aku tahu bahwa sebenarnya engkau sangat lelah dan ingin istirahat meski barang sesaat, kek. Namun, karena kerasnya hidup dan demi sesuap nasi serta agar dapur tetap mengepul, seakan-akan engkau tidak mengenal kalimat lelah lagi. Memang sesekali aku menggantikan jaga warungmu, kek. Tapi namanya juga anak kecil, aku justru sering mengambil makanan ataupun Es Lilin yang kau jual. Tapi anehnya, kau tidak pernah memarahi aku barang sekalipun karena engkau memaklumiku sebagai anak kecil saat itu.
Tahun 1986-2005, kau tidak pernah berharap terlalu banyak untuk diakui Negara sebagai seorang Pejuang RI (Veteran) sehingga setiap bulannya akan dapat tunjangan. Namun, ternyata Allah Maha Adil, karena seiring dengan jalannya waktu kami mengalami perbaikan ekonomi setahap demi setahap sampai kecukupan rizki seperti sekarang ini. Kala itu, kau selalu mengajarkan dan menanamkan kesabaran, tawakal dan pantang menyerah kepadaku dengan cara “mendongengkan cerita” setiapkali aku duduk dipangkuanmu, kek.
Kini, umurmu sudah 90 tahun. Dulu ketika aku masih baru saja memulai "penjelajahan dunia", aku selalu berdoa kepada Allah agar aku dapat kembali ke Pulau Jawa ataupun ke Indonesia sehingga ketika diakhir hayatmu aku paling tidak bisa berbakti kepadamu, baik dalam bentuk materi maupun kesempatan untuk merawatmu secara langsung karena sudah lanjut usia. Kini Doa itu sudah terjawab, meski hanya 2 tahun aku dapat merawatmu secara langsung ketika engkau sudah mulai udzur dan Pikun, aku sudah ikhlas dan legowo melepas kepergianmu, kakek. Semoga Allah Subhanahu Wa ta’la mengampuni segala dosa dan kesalahan kakekku, Amin.
Dalam kesempatan ini, saya mewakili keluarga besar Saim Bin Sawentaram mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada masyarakat Gang Koplak Semawung Daleman, Para tukang penggali Makam, Aparat pemerintahan kelurahan Semawung Daleman-Kutoarjo, Legiun Veteran RI, Koramil Kutoarjo, Polsek Mojotengah-Wonosobo, Dinas Pertanian Wonosobo, Masyarakat Mekarsari-Kalibeber, dll. yang telah bahu membahu secara gotong royong mengurus pemakaman kakek kami tercinta. Semoga Allah membalas kebaikan hati anda, Amin.
Keesokan harinya, aku sudah sampai di Kutoarjo. Didepanku ada sesosok jasad yang sudah kaku dan sebentar lagi beliau akan dikebumikan. Kami sekeluarga sudah ikhlas dan ridho bila beliau dipanggil oleh-Mu ya Allah. Meski Rasa sedih, haru, ikhlas, dll. tumpah jadi satu, inilah sebuah takdir yang harus aku terima dengan lapang dada dan “legowo”.
Tidak terasa 24 tahun aku sudah mengenalmu, kakek. Selama itu pula aku belajar banyak hal akan makna kehidupan ini. Mulai dari ilmu agama Islam, jiwa dagang, cara bercocok tanam, sosial kemasyarakatan, dll. Aku masih ingat betul dan itu pasti akan selalu kuingat saat-saat dimana kita masih hidup dibawah garis kemiskinan. Kala itu aku masih kecil, aku ingat betul ketika kakekku bekerja dari pagi sampai larut malam jualan es lilin, rokok dan makanan kecil di depan gedung bioskop sawunggalih Kutoarjo (sekarang sudah tidak ada lagi). Aku tahu bahwa sebenarnya engkau sangat lelah dan ingin istirahat meski barang sesaat, kek. Namun, karena kerasnya hidup dan demi sesuap nasi serta agar dapur tetap mengepul, seakan-akan engkau tidak mengenal kalimat lelah lagi. Memang sesekali aku menggantikan jaga warungmu, kek. Tapi namanya juga anak kecil, aku justru sering mengambil makanan ataupun Es Lilin yang kau jual. Tapi anehnya, kau tidak pernah memarahi aku barang sekalipun karena engkau memaklumiku sebagai anak kecil saat itu.
Tahun 1986-2005, kau tidak pernah berharap terlalu banyak untuk diakui Negara sebagai seorang Pejuang RI (Veteran) sehingga setiap bulannya akan dapat tunjangan. Namun, ternyata Allah Maha Adil, karena seiring dengan jalannya waktu kami mengalami perbaikan ekonomi setahap demi setahap sampai kecukupan rizki seperti sekarang ini. Kala itu, kau selalu mengajarkan dan menanamkan kesabaran, tawakal dan pantang menyerah kepadaku dengan cara “mendongengkan cerita” setiapkali aku duduk dipangkuanmu, kek.
Kini, umurmu sudah 90 tahun. Dulu ketika aku masih baru saja memulai "penjelajahan dunia", aku selalu berdoa kepada Allah agar aku dapat kembali ke Pulau Jawa ataupun ke Indonesia sehingga ketika diakhir hayatmu aku paling tidak bisa berbakti kepadamu, baik dalam bentuk materi maupun kesempatan untuk merawatmu secara langsung karena sudah lanjut usia. Kini Doa itu sudah terjawab, meski hanya 2 tahun aku dapat merawatmu secara langsung ketika engkau sudah mulai udzur dan Pikun, aku sudah ikhlas dan legowo melepas kepergianmu, kakek. Semoga Allah Subhanahu Wa ta’la mengampuni segala dosa dan kesalahan kakekku, Amin.
Dalam kesempatan ini, saya mewakili keluarga besar Saim Bin Sawentaram mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada masyarakat Gang Koplak Semawung Daleman, Para tukang penggali Makam, Aparat pemerintahan kelurahan Semawung Daleman-Kutoarjo, Legiun Veteran RI, Koramil Kutoarjo, Polsek Mojotengah-Wonosobo, Dinas Pertanian Wonosobo, Masyarakat Mekarsari-Kalibeber, dll. yang telah bahu membahu secara gotong royong mengurus pemakaman kakek kami tercinta. Semoga Allah membalas kebaikan hati anda, Amin.